“Dilema
Peristiwa 65”
Sebuah
Tinjauan Sejarah
Oleh Syahagum Azumma Zamaris (Hubungan Internasional)
Dalam sebuah negara yang
baru saja merasakan kemerdekaan pastinya merasakan gejolak-gejolak berskala
eksternal maupun internal, itu juga yang pernah dialami oleh Indonesia setelah
merdeka, pada waktu itu masih mengalami gejolak internal khususnya yang
mengarah menuju ketidakstabilan politik. Salah satu gejolak poltik di Indonesia
yang cukup signifikan pasca kemerdekaan yaitu G30S/PKI (Gerakan 30 September), yang merubah konstelasi politik Indonesia
secara domestik maupun internasional. Naiknya Soeharto menjadi pemimpin bangsa
sebagai tanda mulainya orde baru yang mengikat sendi-sendi kehidupan masyarakat
Indonesia, tidak terkecuali kasus G30S/PKI. Sejauh ini, Soeharto selalu
diindetikan dengan pahlawan bangsa, bapak pembangunan bangsa karena beliau
mampu mengakomodir pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok revolusioner.
Akan tetapi, apakah pernah terbayangkan jika peristiwa G30S/PKI merupakan
sebuah kasus yang direncakan ataupun sebuah kasus yang menjadi kendaraan
politik Soeharto untuk memuluskan kepentingannya menjadi pemimpin Indonesia.
Selama ini juga, cerita maupun analogi yang berasal dari orde baru masih
dianggap sahih dalam kaitan kebenaran
sejarah. Hal yang menjadikan peristiwa tersebut semakin kurang relevan adalah
adanya film-film tentang G30S/PKI yang tidak sesuai dengan kenyataanya, dimana
salah satu sutradara film Pengkhianatan
G30S/PKI yaitu Arifin C. Noor merasakan kecewa akibat film yang
disutradarinya dipaksa tunduk oleh sutradara politik yang bertindak sebagai
pengarah film sesungguhnya.[1]
Dari
sekilas penjabaran tersebut, dapat kita maknai secara sederhana bahwa telah
terjadi pembenaran yang menutupi sebuah kebenaran dalam catatan sejarah
Indonesia. Dampak yang ditimbulkan adalah bagi para eks korban ataupun keluarga
korban dari G30S/PKI yang belum tuntas secara hukum maupun rekonsiliasi dari
pihak-pihak yang terkait. Dimana hal tersebut masih menjadikan Indonesia
seolah-olah tertutup dan tidak mau terbuka dengan sejarah pahit yang pernah
dialami, sehingga masih sering terjadi simpang siur isu dan berita yang akan
terus stagnasi dan akan menjadi bangsa yang berdiri diatas kebohongan jika
tidak ada upaya menguak kebenaran dan mengulas secara tendensius.
Dari peristiwa G30S/PKI
terdapat beberapa opsi yang memiliki tujuan untuk membuka kebenaran sejarah
yang selama ini ditutupi oleh rekayasa sejarah. Hal pertama yang dapat
dilakukan adalah mengganti eks pelaku G30S/PKI yang masih berada dipusaran
politik Indonesia dengan generasi muda yang benar-benar ingin menunjukan
transparansi sejarah. Dalam hal ini eks pelaku G30S/PKI yang masih tarik
menarik kepentingan dalam perpolitikan Indonesia sangat dekat dan berafiliasi
dengan orde baru, sehingga nilai-nilai orde baru akan tetap dipegang dan salah
satu kebohongan sejarah akan tetap ditutupi. Selain itu, hal tersebut memiliki
keuntungan bagi generasi dimasa depan.
Selama ini, kasus
G30S/PKI menimbulkan beberapa masalah khususnya terhadap keluarga korban yang
belum mendapatkan keadilan secara hukum yang cukup, sehingga masih ada
permasalahan hingga saat ini. Keterlibatan beberapa pihak yang ikut serta dalam
peristiwa tersebut membuat beberapa elemen masyarakat yang merupakan keluarga
korban menjadi kehilangan kepercayaan terhadap sebuah instansi. Dalam hal ini
instansi yang terkait adalah militer, dimana pada waktu peristiwa G30S/PKI,
militer mengatasnamakan bela negara melakukan pembantaian secara masal kepada
orang-orang yang terindikasi komunis, gerwani, serta elemen masyrakat lainnya.
Sehingga peristiwa tersebut bagi generasi yang mengalami merupakan sebuah
tindakan yang dirasa brutal, dan hukum pada waktu itu sudah jelas tidak berlaku
bagi masyarakat dan keluarga yang menjadi korban. Atas dasar hal tersebut, maka
dari instansi terkait harus melakukan rekonsiliasi terhadap keluarga korban
yang beberapa diantaranya masih meminta tuntutan keadilan. Dimana dalam hal
ini, rekonsiliasi yaitu sebuah proses memulihkan kembali persahabatan yang
telah dibangun (korban G30S/PKI – Militer),
karena doktrin umum yang berkembang dimasyrakat bahwa mereka berpikiran bahwa
militer bersama rakyat telah menyelamatkan Indonesia dari sebuah revolusi tanpa
memikirkan dibalik semua itu bahwa terdapat ratusan ribu masyarkat Indonesia
yang menjadi korban.
Langkah selanjutnya yang
dapat ditempuh untuk menyeleseikan masalah dari peristiwa G30S/PKI tidak hanya
ranah domestik, tapi juga diluar negara. Dampak dari G30S/PKI tidak hanya
berimbas dalam negeri saja, banyak orang Indonesia diluar negeri juga menjadi
korban dari peristiwa tersebut. Contoh dampak diluar Indonesia dari peristiwa
G30S/PKI adalah adanya eksil diberbagi negara seperti Tiongkok dan juga
Belanda. Eksil adalah beberapa kelompok masyarakat yang berasal dari Indonesia
yang menjadi korban G30S/PKI dimana masyarakat tersebut tidak dapat kembali ke
Indonesia dikarenakan dicabut kewarganegaraannya oleh pemerintahan orde baru.
Hal tersebut khususnya menimpa beberapa mahasiswa yang pada tahun tersebut
sedang belajar diluar negeri, ketika peristiwa tahun 1965 tersebut terjadi,
beberapa mahasiwa dari Indonesia sedang berada di negara blok komunis dengan
berbagai alasan, dan ketika peristiwa tersebut meletus mereka langsung
kehilangan kewarganegaraan dan tidak dapat kembali ke Indonesia, selain itu
juga terpisah dari keluarganya.[2] Langkah yang ketiga yang
dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memulangkan kembali eksil yang berada di
Indonesia dan melakukan rekonsiliasi terhadap keluarga eksil yang sudah
bertahun-tahun berpisah dengan keluarga. Dengan demikian, keluarga eksil
tersebut akan terasa dihormati secara kewarganegaraan. Selain itu, dampak lain
yaitu memulihkan nama Indonesia secara internasional yang notabenya adalah
penggagas HAM (hak asasi manusia).
Untuk menuntaskan
permaslahan G30S/PKI memang tidaklah mudah, akan tetapi bagi generasi penerus,
hal tersebut akan menjadi masalah dan akan membebani bangsa jika tidak dikupas
secara tuntas. Selain itu, proses menjadi nilai yang sangat penting agar
keterbukaan sejarah peristiwa G30S/PKI benar-benar akurat tanpa adanya rekayasa
kepentingan politik dan lainnya.
0 comments:
Post a Comment