Saturday, September 16, 2017
Toleransi,
(untuk apa? Untuk siapa?)
Untuk apa (untuk siapa) cahaya
natal
Untuk apa (untuk siapa) petasan
tahun baru
Untuk apa (untuk siapa) api
ramadhan
Untuk apa (untuk siapa) (untuk apa,
untuk siapa)
(Catatan
Ganti Tahun – Gatholoco)
Hai
teman-teman, sudah update apa instagram hari ini? Masih belum rapi kah feed 3
foto atau 6 foto yang dibuat? Sudah tahu jika ibu-ibu Kendeng sedang berdemo
sampai kaki mereka disemen? Jika belum tak apa-apa kita siswa biasa kok bukan
mahasiswa, sepertinya. Lirik lagu diatas mungkin teman-teman belum pernah
dengar, karena hanya scene pinggiran JNM yang berani menyanyikannya, bukan di
acara macam DWP dan WTF yang harga tiketnya cukup untuk makan saya sebulan.
Perkenalkan
saya murid biasa yang beberapa saat lagi kehilangan bahan bacaan panutan
mojok.co dan mungkin aku akan lebih sering membaca berita yang mereka sebut
Line Today dan timeline teman-teman yang selalu mengalir setiap hari, bakat
juga jadi penulis sepertinya. Pertama-tama tulisan ini tidak akan banyak
kutipan buku dan kata-kata aktivis yang terkenal karena apa? Membaca juga
jarang, sama kan kita? Tugas kuliah dan deadline skripsi bab 1 jauh lebih
penting kan.
Jadi
sekarang untuk apa bicara toleransi? Toh kampus kita juga Islam semua kan?
Bahkan teman-teman yang berasal dari jauh juga mungkin belum tentu punya teman
yang berbeda agama disini, untuk apa kita permasalahkan juga, bahkan bab 1
skripsi dan tugas-tugas lain jauh lebih penting kan? Minimal untuk saya
sendiri.
Tapi
cobalah teman-teman turun sedikit diperempatan besi kalau masih ingat disana pernah
ada poster besar yang kurang lebih berisi slogan solidaritas antar komunitas mereka
yang dalam sebuah perkumpulan dilempar bom dan kasus saat partai Islam di Jogja
berkampanye dengan arogan yang mungkin bukan rahasia umum juga, hanya jika
teman mau sedikit turun tidak sekedar bermain dari kampus-nol km tiap malam dan
mampir jalan magelang jika ada waktu luang maka makna toleransi akan sedikit
ditemukan.
Mungkin
tulisan saya sedikit berusaha untuk membahas tentang toleransi antar sesama
manusia karena menurut saya toleransi tidak terbatas agama sesungguhnya kita
kan semua sama-sama manusia. Bahkan kita yang masih agama yang sama juga saling
merasa “sok” toleran padahal saat bertemu dengan teman yang memakai motor butut
lebih asik jika kita melihat dari kaca spion mobil kita, sesama manusia tapi
beda kasta kita.
Bicara
toleransi tidak lepas dari wacana intoleransi yang sejak beberapa hari menjadi
topik hangat yang ramai juga awalnya karena pilkada DKI, walaupun maaf menurut
saya berita pilkada DKI tidak penting juga untuk saya karena kosan berada di
Jogja, di Jakarta pun dulu hanya ikut study tour SMP, menurut saya tidak ada
dampak dan manfaat bagi saya mendengarkan perdebatan Debat Cagub yang setelah
acara tersebut lalu banjir status kritis bagai mengamat politik, walaupun biasa
yang menonjol hanya joke, meme, atau lelucon,lalu untuk apa ditonton? mereka
toh pada akhirnya bohong juga karena namanya pilkada hanya permainan “Language
Game” kata dosen saya. Pada akhirnya saya hanya ingin sedikit bertanya “Dimana pancasila saat mereka berdebat
tentang jenazah yang tidak diterima disholatkan? Dimana pancasila kita saat
pemimpin dengan keyakinan minoritas tapi mencoba disamakan haknya dibumi
nusantara ini? Pada akhirnya juga kalah dengan keyakinan mayoritas dan sikap
haram-mengharamkan? Dan ditutup dengan dimana kita saat isu-isu toleransi
sedang hangat dibicarakan?”
Tapi
maaf jika tulisan ini terlalu tajam karena sesungguhnya ini hanya opini biasa
dan jika merasa tidak setuju dan tidak suka coba balas dengan membaca berita
tentang aksi #DipasungSemen2 atau berita terkait masalah bangsa, jika masih
tetap tidak sempat memang sesungguhnya kita belum jadi mahasiswa, hanya siswa.
Dan akhirnya solusi terbaik adalah berpikir jika kita hanya mahkuk biasa dan
tidak pantas kita membeda-bedakan orang lain apalagi karena isu agama, mulailah
berpikir sebagai mahasiswa dan bergeraklah jika tidak malu terhadap jas almet
mu karena hanya basah saat rapat-rapat dan verif dana event saja. #POTRETPERDAMAIAN
Ujian
Kebhinekaan Bangsa Indonesia
Oleh Brandon Firman Cahyadi. S
Kerukunan sosial dalam bernegara menjadi dambaan
setiap bangsa tatkala perdamaian dianggap sebagai suatu pencapaian yang mampu
memberikan keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara. Sikap inilah yang diharapkan
mampu terjalin pada sistem masyarakat baik dalam struktur pemerintahan maupun
dari tiap-tiap individu yang mendiami suatu negara. Namun hal ini menjadi
permasalahan yang cukup mendalam bagi bangsa Indonesia akibat dari mengemuka-nya
kasus-kasus intoleransi yang terjadi belakangan ini di dalam perjalanan demokrasi
Indonesia. Lantas bagaimanakah cara untuk menjaga keutuhan bangsa?
Menilik hal tersebut dapat kita cermati bahwa kasus-kasus
intoleransi yang terjadi telah memicu sensitivitas antar individu atau kelompok
dalam melakukan tindakan-tindakan keagamaan atau hal-hal lain yang bersifat
rasial. Sensitivitas ini kemudian menimbulkan distorsi antar kelompok untuk
mempertahankan kepercayaan serta golongan mereka masing-masing. Akibatnya
kerukunan sosial yang didambakan negara menjadi tidak tercapai dan konflik
horizontal sering kali terjadi hingga tidak jarang hal ini memicu adanya
konflik internal yang berujung pada dipertanyakannya keutuhan negara.
Menanggapi hal tersebut penulis melihat bahwa peran
pemerintah menjadi sangat vital dalam penerapannya. Pembuatan kebijakan yang
tegas serta tidak pandang bulu dianggap mampu menjadi senjata ampuh bagi pemerintah
untuk menekan meluasnya konflik horizontal akibat dari sensitivitas rasial. Tetapi
menjaga kebhinekaaan tentu bukan hanya tugas dari pemerintah semata, namun juga
menjadi pertanggung jawaban setiap individu dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara.
Sikap toleransi antar kelompok menjadi hal dasar yang harus dimiliki setiap
golongan masyarakat dan juga pemahaman bahwasanya keberagaman mampu menjadi
elemen penguat bangsa harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini.
Peran aktif para eksekutif dalam membuat kebijakan
mampu dijadikan tolak ukur dari bagaimana pemerintah bertindak dalam menanggapi
isu yang mampu memupus keutuhan bangsa. Lebih jauh penulis menitik beratkan
pada tiap-tiap golongan serta individu untuk dapat mendewasakan diri agar tidak
terprovokasi oleh hal-hal yang sifatnya rasial sehingga tidak menimbulkan perpecahan
dalam tubuh internal bangsa Indonesia. Oleh karenanya pemupukan nilai-nilai
kebangsaan seperti Pancasila dan juga Bhineka Tunggal Ika menjadi ornamen
penting dalam memberikan pemahaman akan keberagaman bangsa Indonesia.
Disisi lain penulis melihat bahwa kita sebagai
masyarakat bangsa Indonesia sudah seharusnya memprioritaskan kepentingan bangsa
ketimbang kepentingan perseorangan atau kelompok. Hal ini mampu memberikan ikatan
yang kuat akan rasa kebangsaan dan nasionalisme dibandingkan dengan menonjolkan
kepentingan golongan yang akan membuat perpecahan bila ada golongan lain yang
tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini. Dengan demikian cita-cita nasional
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bersatu mampu terwujud.
Provokasi media masa yang semakin memperkeruh suasana juga
harus menjadi fokus dari pemerintah dalam menanggulangi opini publik tentang isu
rasisme yang menyeruak belakangan ini, hal ini tentu berkaitan dengan pembentukan
opini positif terhadap isu-isu sensitif yang menyerang berbagai pihak atau
golongan. Lebih lanjut media masa juga memiliki peran vital dalam penggiringan
opini publik sehingga pihak-pihak terkait terpengaruh dalam mengeluarkan opini
atau tindakannya. Oleh karenanya, media dalam hal ini bagaikan pisau bermata
dua yang mampu memberikan pengaruh positif ataupun sebaliknya justru membuat penggiringan
opini negatif yang berpotensi disalah gunakan oleh berbagai pihak untuk menyerang
keyakinan golongan lain.
Proses-proses pembentukan opini baik dari media maupun
kebijakan pemerintah tentu mempengaruhi masyarakat dalam melakukan tindakan
serta opini yang mereka bawa, sehingga sudah seharusnya kedua elemen tersebut
mampu memberikan penggambaran positif akan keberagaman yang ada pada Indonesia dalam
upaya untuk membentuk persatuan dan keharmonisan bernegara. #POTRETPERDAMAIAN
Melawan
Distorsi Falsafah Kaidah Emas Di Indonesia
Oleh:
K.A. Sulkhan (Ilmu Komunikasi)
Tahun
2016 lalu, saat Asrama Mahasiswa Papua di Kamasan, Yogyakarta, diserbu oleh
sejumlah Organisasi Masyarakat (ormas) yang menggaungkan slogan “NKRI Harga
Mati,” kita bisa menyaksikan betapa menyeramkannya konflik sentimen SARA. Momok
yang telah bertahun-tahun lamanya menjadi sekat pembatas antara warga asli
Jogja dengan pendatang asal Papua itu pun meledak menjadi sebuah problem
kemanusiaan. Ketika penggunaan umpatan-umpatan bernada rasial, citra negatif
mahasiswa Papua yang dikonstruksi dan disebar melalui pesan broadcast, serta penindasan verbal
dengan mitos-mitos kebangsaan oleh para Ormas menjadi bagian dari upaya
legitimatif atas tindakan represif yang mereka lakukan. Disitu kita melihat betapa
rawannya sentimen SARA di Indonesia.
Dari
tinjauan historis, sudah banyak konflik yang terjadi akibat sentimen SARA. Misalnya
perang Sampit dan perang Ambon yang betul-betul mengerikan. Problem sentimen
SARA memang berpotensi menjadi sebuah krisis kebangsaan bila tak kunjung
mendapat pemecahan. Kalau sampai hal itu terjadi, kita mesti bersiap menghadapi
kenyataan bahwa ketahanan nasional yang selalu kita banggakan hanya akan
menjadi warisan cita-cita saja bila masyarakatnya semakin terpecah dan
terkotak-kotakkan.
Selama
ini pembahasan mengenai sentimen SARA sudah sangat banyak jumlahnya dalam sejarah
kebudayaan umat manusia. Sehingga ketika berbicara mengenai sentimen SARA, kita
pun seringkali akan langsung mengacu pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),
gegar budaya, hingga kepentingan ekonomi politik. Memang semua itu mungkin
sekali memiliki kaitan mendasar dengan terjadinya sentimen SARA yang dalam
banyak kasus mengakibatkan sikap intoleran antar golongan dan bahkan genosida.
Namun terlepas dari itu semua, bahasan yang sebenarnya tidak kalah fundamental
dan sangat perlu dalam persoalan sentimen SARA ialah Komunikasi Antar Budaya. “Bagaimana
seharusnya kita memandang orang atau kelompok lain?” merupakan pertanyaan dasar
yang akan menuntun kita untuk memahami mengapa konflik sentimen SARA seringkali
terjadi.
Untuk
mendudukkan sentimen SARA dalam kajian Komunikasi Antar Budaya, pertama-tama kita perlu memahami
Kaidah Emas, salah satu prinsip moral yang menekankan kepada individu untuk
memperlakukan individu lain sebagaimana individu tersebut memperlakukan
dirinya. Milton J. Bennet (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2009), mengkritik
kesalahan filosofis dari Kaidah Emas. Menurut Bennet, Kaidah Emas membuat kita
berpandangan bahwa semua orang itu pada dasarnya sama dan karenanya mereka juga
ingin diperlakukan sama sebagaimana kita diperlakukan. Prinsip Kaidah Emas ini
pun melahirkan teori realitas tunggal yang semakin menegaskan paham persamaan
manusia dengan memandang bahwa jasmani, kepribadian, dan kebudayaan hanyalah
sesuatu yang sifatnya lahiriah semata. Sedangkan manusia hakikatnya memiliki
tabiat asasi yang melampui itu semua.
Porter dan Samovar (1976)
mengatakan bila pada akhirnya paham realitas tunggal yang mengagungkan
persamaan melahirkan apa yang kita sebut sebagai etnosentrisme, kecenderungan
memandang orang atau kelompok lain dengan menggunakan persepektif diri kita
atau kelompok kita sendiri sebagai tolak ukurnya. Misalnya saja orang Islam
Jawa memandang negatif orang Papua yang minum-minuman keras sambil duduk di
depan rumah kontrakannya ketika siang hari. Orang Islam Jawa menilai hal
semacam itu buruk karena mereka menggunakan perspektif kelompok mereka yang
menganggap buruk orang yang minum-minuman keras di depan kontrakan ketika siang
hari, sebab selain haram dalam perspektif Islam, waktu-waktu tersebut juga
merupakan waktu dimana banyak anak bermain. Apa yang kemudian terjadi ialah
mungkin pengucilan sosial oleh masyarakat Jawa terhadap orang-orang Papua.
Padahal bila dilihat dari sisi budaya Papua, minum-minuman keras bukanlah
sesuatu yang buruk apalagi tabu.
Akan
berbeda lagi dengan orang Islam Jawa yang melihat orang Papua Kristen melakukan
perbuatan yang mirip dengan kaidah moral agama mereka. Seperti misalnya orang Kristen
tersebut membagi-bagikan makanan gratis sebagai bentuk amal atau melakukan
bakti sosial. Pasti orang-orang tersebut meski berbeda paham, akan diterima
dengan baik oleh orang Islam Jawa bahkan bisa jadi dianggap bagian dari mereka.
Dua
contoh tersebut merupakan gambaran sekilas mengenai seperti apa etnosentrisme
dalam diri manusia. Secara umum dapat kita katakan bila etnosentrisme membuat individu
menerima persamaan-persamaan yang ada dalam kelompok atau individu lain dan
cenderung menjauhi perbedaan diantaranya. Sederhananya semakin sama semakin
dekat semakin beda semakin jauh.
Begitulah
akar konflik sentimen SARA yang ada di Indonesia bila kita memandang dari
perspektif Komunikasi Antar Budaya. Tidak akan ada kata pluralisme atau bahkan Bhineka Tunggal Ika bila setiap orang
terus saja membenturkan budaya kelompok lain dengan budaya kelompoknya sendiri.
Maka dari itu salah satu solusi yang bisa penulis sarankan ialah dengan
mengubah strategi komunikasi kita yang awalnya simpati (memandang individu sama
dengan diri sendiri) menjadi empati (memandang individu sebagaimana posisi
individu tersebut). Dengan empati, kita bukan saja “menempatkan” tetapi “berpartisipasi,”
karena kita berhubungan dengan “pengalaman” bukan sekedar “posisi.” Jika
simpati hanya membuat kita menempatkan diri kita di posisi orang lain, maka
strategi komunikasi empati akan membawa kita masuk ke dalam kepala dan hati
orang tersebut sehingga kita seolah berpartisipasi menjadi dirinya.
Strategi
komunikasi empati akan membawa kita memahami keanekaragaman yang sesungguhnya,
memahami pemikiran-pemikran individu yang berbeda. Sebab pada hakikatnya setiap
orang itu berbeda baik dari segi individu, agama, suku, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, sebagaimana dikatakan Bennet, falsafah Kaidah Emas tidaklah
berlaku. Strategi komunikasi empati harus ditanamkan kepada setiap individu di
Indonesia agar tercipta perdamaian hakiki.
#POTRETPERDAMAIAN
“Dilema
Peristiwa 65”
Sebuah
Tinjauan Sejarah
Oleh Syahagum Azumma Zamaris (Hubungan Internasional)
Dalam sebuah negara yang
baru saja merasakan kemerdekaan pastinya merasakan gejolak-gejolak berskala
eksternal maupun internal, itu juga yang pernah dialami oleh Indonesia setelah
merdeka, pada waktu itu masih mengalami gejolak internal khususnya yang
mengarah menuju ketidakstabilan politik. Salah satu gejolak poltik di Indonesia
yang cukup signifikan pasca kemerdekaan yaitu G30S/PKI (Gerakan 30 September), yang merubah konstelasi politik Indonesia
secara domestik maupun internasional. Naiknya Soeharto menjadi pemimpin bangsa
sebagai tanda mulainya orde baru yang mengikat sendi-sendi kehidupan masyarakat
Indonesia, tidak terkecuali kasus G30S/PKI. Sejauh ini, Soeharto selalu
diindetikan dengan pahlawan bangsa, bapak pembangunan bangsa karena beliau
mampu mengakomodir pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok revolusioner.
Akan tetapi, apakah pernah terbayangkan jika peristiwa G30S/PKI merupakan
sebuah kasus yang direncakan ataupun sebuah kasus yang menjadi kendaraan
politik Soeharto untuk memuluskan kepentingannya menjadi pemimpin Indonesia.
Selama ini juga, cerita maupun analogi yang berasal dari orde baru masih
dianggap sahih dalam kaitan kebenaran
sejarah. Hal yang menjadikan peristiwa tersebut semakin kurang relevan adalah
adanya film-film tentang G30S/PKI yang tidak sesuai dengan kenyataanya, dimana
salah satu sutradara film Pengkhianatan
G30S/PKI yaitu Arifin C. Noor merasakan kecewa akibat film yang
disutradarinya dipaksa tunduk oleh sutradara politik yang bertindak sebagai
pengarah film sesungguhnya.[1]
Dari
sekilas penjabaran tersebut, dapat kita maknai secara sederhana bahwa telah
terjadi pembenaran yang menutupi sebuah kebenaran dalam catatan sejarah
Indonesia. Dampak yang ditimbulkan adalah bagi para eks korban ataupun keluarga
korban dari G30S/PKI yang belum tuntas secara hukum maupun rekonsiliasi dari
pihak-pihak yang terkait. Dimana hal tersebut masih menjadikan Indonesia
seolah-olah tertutup dan tidak mau terbuka dengan sejarah pahit yang pernah
dialami, sehingga masih sering terjadi simpang siur isu dan berita yang akan
terus stagnasi dan akan menjadi bangsa yang berdiri diatas kebohongan jika
tidak ada upaya menguak kebenaran dan mengulas secara tendensius.
Dari peristiwa G30S/PKI
terdapat beberapa opsi yang memiliki tujuan untuk membuka kebenaran sejarah
yang selama ini ditutupi oleh rekayasa sejarah. Hal pertama yang dapat
dilakukan adalah mengganti eks pelaku G30S/PKI yang masih berada dipusaran
politik Indonesia dengan generasi muda yang benar-benar ingin menunjukan
transparansi sejarah. Dalam hal ini eks pelaku G30S/PKI yang masih tarik
menarik kepentingan dalam perpolitikan Indonesia sangat dekat dan berafiliasi
dengan orde baru, sehingga nilai-nilai orde baru akan tetap dipegang dan salah
satu kebohongan sejarah akan tetap ditutupi. Selain itu, hal tersebut memiliki
keuntungan bagi generasi dimasa depan.
Selama ini, kasus
G30S/PKI menimbulkan beberapa masalah khususnya terhadap keluarga korban yang
belum mendapatkan keadilan secara hukum yang cukup, sehingga masih ada
permasalahan hingga saat ini. Keterlibatan beberapa pihak yang ikut serta dalam
peristiwa tersebut membuat beberapa elemen masyarakat yang merupakan keluarga
korban menjadi kehilangan kepercayaan terhadap sebuah instansi. Dalam hal ini
instansi yang terkait adalah militer, dimana pada waktu peristiwa G30S/PKI,
militer mengatasnamakan bela negara melakukan pembantaian secara masal kepada
orang-orang yang terindikasi komunis, gerwani, serta elemen masyrakat lainnya.
Sehingga peristiwa tersebut bagi generasi yang mengalami merupakan sebuah
tindakan yang dirasa brutal, dan hukum pada waktu itu sudah jelas tidak berlaku
bagi masyarakat dan keluarga yang menjadi korban. Atas dasar hal tersebut, maka
dari instansi terkait harus melakukan rekonsiliasi terhadap keluarga korban
yang beberapa diantaranya masih meminta tuntutan keadilan. Dimana dalam hal
ini, rekonsiliasi yaitu sebuah proses memulihkan kembali persahabatan yang
telah dibangun (korban G30S/PKI – Militer),
karena doktrin umum yang berkembang dimasyrakat bahwa mereka berpikiran bahwa
militer bersama rakyat telah menyelamatkan Indonesia dari sebuah revolusi tanpa
memikirkan dibalik semua itu bahwa terdapat ratusan ribu masyarkat Indonesia
yang menjadi korban.
Langkah selanjutnya yang
dapat ditempuh untuk menyeleseikan masalah dari peristiwa G30S/PKI tidak hanya
ranah domestik, tapi juga diluar negara. Dampak dari G30S/PKI tidak hanya
berimbas dalam negeri saja, banyak orang Indonesia diluar negeri juga menjadi
korban dari peristiwa tersebut. Contoh dampak diluar Indonesia dari peristiwa
G30S/PKI adalah adanya eksil diberbagi negara seperti Tiongkok dan juga
Belanda. Eksil adalah beberapa kelompok masyarakat yang berasal dari Indonesia
yang menjadi korban G30S/PKI dimana masyarakat tersebut tidak dapat kembali ke
Indonesia dikarenakan dicabut kewarganegaraannya oleh pemerintahan orde baru.
Hal tersebut khususnya menimpa beberapa mahasiswa yang pada tahun tersebut
sedang belajar diluar negeri, ketika peristiwa tahun 1965 tersebut terjadi,
beberapa mahasiwa dari Indonesia sedang berada di negara blok komunis dengan
berbagai alasan, dan ketika peristiwa tersebut meletus mereka langsung
kehilangan kewarganegaraan dan tidak dapat kembali ke Indonesia, selain itu
juga terpisah dari keluarganya.[2] Langkah yang ketiga yang
dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memulangkan kembali eksil yang berada di
Indonesia dan melakukan rekonsiliasi terhadap keluarga eksil yang sudah
bertahun-tahun berpisah dengan keluarga. Dengan demikian, keluarga eksil
tersebut akan terasa dihormati secara kewarganegaraan. Selain itu, dampak lain
yaitu memulihkan nama Indonesia secara internasional yang notabenya adalah
penggagas HAM (hak asasi manusia).
Untuk menuntaskan
permaslahan G30S/PKI memang tidaklah mudah, akan tetapi bagi generasi penerus,
hal tersebut akan menjadi masalah dan akan membebani bangsa jika tidak dikupas
secara tuntas. Selain itu, proses menjadi nilai yang sangat penting agar
keterbukaan sejarah peristiwa G30S/PKI benar-benar akurat tanpa adanya rekayasa
kepentingan politik dan lainnya.
Bidang Kajian dan Penelitian : Kajian Rutin Keilmuan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Kajian Rutin Keilmuan
Konsepsi Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia
12 April 2017
Isu
lingkungan hidup menjadi suatu isu yang semakin sering dibicarakan belakangan
ini. Kondisi lingkungan yang terus bertambah buruk dan banyaknya pembangunan
yang dianggap merusak lingkungan hidup membuat kita bertambah sering mendengar
frasa ‘pembangunan berkelanjutan’ disebutkan di berbagai media. Pada tanggal 12
April 2017, Divisi Kajian dan Penelitian LEM FPSB UII berkesempatan untuk
mengundang Ir. Kasam, M.T., Dosen Program Studi Teknik Lingkungan UII untuk
menjadi pemateri dalam Kajian Rutin (KanTin) Keilmuan LEM FPSB UII yang
mengangkat judul ‘Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia’. Kajian ini
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif
terkait konsep pembangunan berkelanjutan kepada mahasiswa secara umum. Selain
itu Kajian Rutin ini juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk meninjau
kembali bagaimana penerapan konsep ini dalam perencanaan pembangunan di
Indonesia selama ini.
Dalam
pemaparannya, Prof Kasam menyampaikan ada tiga komponen yang menjadi bagian
dari lingkungan, yaitu 1) komponen fisik, kimia, biologi 2) komponen geologi,
dan 3) komponen sosial ekonomi budaya (masyarakat). Ketiga faktor ini menjadi
faktor yang harus diperhatikan dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Sebagai
landasan, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan UU no. 32 tahun 2009 sebagai
aturan tertinggi dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam pasal 1 ayat 3
dalam UU ini dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terncana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan. Secara garis besar
ada dokumen dokumen yang harus disiapkan oleh pihak yang ingim membangun suatu
proyek skala besar yang dapat berdampak pada lingkungan.
1.
Analisa
mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), yaitu dokumen yang berisi kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup.
2.
Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.
Dalam penyusunan dokumen-dokumen
tersebut, masyarakat sekitar juga menjadi pihak yang harus dipertimbangkan
sebagai unsur lingkungan sosial di sekitar wilayah proyek.
Salah
satu poin yang beliau sampaikan juga adalah bahwa semua kegiatan yang terjadi
diatas tanah pasti akan mendatangkan efek negatif terhadap lingkungan. Hal ini
diperparah dengan realita bahwa manusia cenderung tidak pernah merasa puas
dengan apa yang dimiliki. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah mengurangi
dampak yang dapat ditimbulkan oleh pembangunan yang dilakukan. Sebagai contoh
beliau memberikan gambaran bahwa pembangunan UII dapat menimbulkan dampak yang
negatif bagi lingkungan, dengan menghilangnya wilayah resapan air hujan dan
resiko banjir yang meningkat bagi wilayah sekitar UII yang lebih rendah
posisinya. Untuk menangani hal itu UII dalam konsep pembangunannya mencoba
memastikan bahwa air hujan yang jatuh di wilayah UII tidak mengalir terus
keluar UII dengan membangun sumur sumur resapan untuk menampungnya.
Kajian Strategis
‘Menyikapi Kendeng: Nyawa tak Semahal Tambang’
28 Maret 2017
Pada tanggal 28 Maret 2017, Divisi
Kajian dan Penelitian LEM FPSB UII berkesempatan untuk mengadakan Kajian
Strategis dengan judul ‘Menyikapi Kendeng: Nyawa tak Semahal Tambang’ yang
diadakan di Kantor Bersama Lembaga FPSB UII. Kajian ini diadakan sebagai bentuk
tindaklanjut dari hasil konsolidasi antara Advokasi dan Jaringan LEM se UII dan
juga sebagi wadah untuk menyatukan suara antar mahasiswa FPSB dalam menyikapi permasalahan
pembangunan pabrik semen yang terjadi di kawasan Kendeng, Rembang.
Pro-Kontra yang terjadi dalam
pembangunan pabrik semen ini memang menjadi hal yang sangat sering dibicarkaan.
Dari apa yang dipaparkan oleh kedua pemantik diskusi, ada beberpaa hal yang
bisa menjadi landasan untuk menolak pendirian pembangunan pabrik semen di
Kendeng ini. Pertama adalah kecacatan dokumen AMDAL yang diajukan oleh pabrik
sebagai pihak perencana pembangunan ini. Hal yang perlu diketahui bersama,
kelengkapan dan kesesuaian dokumen AMDAL adalah syarat mutlak untuk melakukan
pembangunan di suatu wilayah. Dalam hal ini, para ahli melihat ada kecacatan
dalam dokumen AMDAL yang diajukan. Salah satu cacat itu terdapat dalam jumlah
gua, mata air dan ponor yang tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Selain itu
warga setempat juga merasa tidak pernah
diperlihatkan hasil kajian lingkungan yang akan berdampak pada mereka
sebelumnya, sehingga akhirnya para warga mengajukan gugatan atas pembangunan
ini ke Mahkamah Agung.
Hal yang kedua yang dapat dijadikan
landasan adalah putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pembangunan pabrik
semen ini harus dihentikan dikarenakan kecacatan dalam penyusunan proses AMDAL
tersebut. Putusan yang telah dikeluarkan oleh MK ini sayangnya malah seakan
tidak digubris oleh Gubernur Jawa Tengah, yang malah mengeluarkan surat izin
pembangunan baru bagi PT. Semen Indonesia (Persero). Hal ini tentunya tidak
sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan MK yang menyuruh untuk memnghentikan
pembangunan, bukan untuk memperbaiki dokumen. Berdasarkan fakta fakta tersebut
tentunya kita dapat mempertimbangkan bahwa ada banyak kejanggalan yang terjadi
dalam proyek pembangunan di Kendeng ini.
Sebagai tindaklanjut dari hasil
diskusi ini, LEM FPSB UII juga ikut menyerukan ajakan untuk bergabung dalam
aksi solidaritas yang diagendakan keesokan harinya yang diikuti oleh berbagai
organisasi dalam lingkup Keluarga Mahasiswa UII. Aksi ini ditujukan untuk
memberikan dukungan bagi masyarakat Kendeng yang masih terus menolak pembangunan pabrik semen di
wilayah mereka
Friday, June 23, 2017
Oh iya kali ini LEM FPSB mau sedikit berbagi nihhh.....hushhh berbagai apaan sihh ....kepooo dehh
nahh dibawah ini nanti ada tersedia berbagai link yang bisa teman-teman manfaatkan dalam mencari E-book dan Jurnal ilmiah gratisss.....
BUAT KALIAN YANG DOYAN nyari E-Book Gratis Nihh :
1) http://gen.lib.rus.ec
2) http://sci-hub.org
3) http://sci-hub.cc
4) http://sci-hub.bz
4) http://search.crossref.org
5) http://booksc.org/
6) http://libgen.io/
7) http://gen.lib.rus.ec/scimag/
8) http://airccj.org/csecfp/
for text books , these are the links
1) http://libgen.org/
2)http://gen.lib.rus.ec/
3) http://en.bookfi.org/
4) http://lib.
5) http://bookza.org/
6) http://bookzz.org/
Untuk yang open akses, terdapat beberapa pilihan yang bagus :
1. Directory of Open Access scholarly Resources (ROAD)
http://www.kopertis12.or.id/
Terdapat 13.745 open access resources dari 150 Negara siap diunduh, terdiri dari: 13.062 journal diantaranya 2.625 yang terindex Scopus 240 Academic Repositoriies 202 Monographic Series 126 Conference Proceeding 103 Scolarly Blogs.
2. Indonesia OneSearch by The National Library of Indonesia, 2016
http://www.kopertis12.or.id/
Terhimpun Journal dan ebook dari berbagai institusi dalam dan luar negeri.
Terdapat 2.734 Journal reputasi berbagai bidang ilmu, sebanyak 21.473.752 artikel jurnal full text avaiable SIAP DIUNDUH, tanpa perlu login.
3. Journals with Open Access options
http://journalfinder.elsevier.
Dengan mengisi kata kunci title dan abstrak dan conteng kotak Filter : Limit to journals with Open Access options.
4. OAJ terindex Scopus yang dikelola Elsevier/Sciencedirect
http://www.sciencedirect.com/
Kelihatannya terdapat 2.282 jurnal, namun hanya Edisi tertentu dari jurnal tsb yg free.
5. OMICS Open Access Journals
http://www.omicsonline.org/
OMICS Internasional is current managing 700 + Open Access Journals in field of Clinical, Medical, Life Science, Pharma, Environmental, …
6. IEEE Xplore Digital Library
http://ieeexplore.ieee.org/
7. Browse Journals-Wiley Open Access
http://www.wileyopenaccess.
8. Directory of Open Access Journals
https://doaj.org
9. Open Access Journals Search Engine (OAJSE)
http://www.oajse.com
10. BookSC
The world’s largest scientific articles store. 50,000,000+ articles for free.
http://booksc.org/
11. Portal e-journal langganan Kemristekdikti
ProQuest: http://search.proquest.com
Cengage: http://infotrac.galegroup.com/
– Untuk Pencarian Terpadu: http://ristekdikti.summon.
Untuk peroleh username dan password ikuti ini:
http://simlitabmas.dikti.go.
Mungkin Cukup Sekian dari LEM FPSB semoga membantu yaa :)